Maka dari fakta-fakta ini, apa yang paling mungkin dilakukan oleh subjek, dan sesegera mungkin diubah?
Hemat penulis, etika kebijaksanaan adalah sangat penting dan mendesak. Terkait itu, hemat penulis adalah,
Pertama, subjek yang sebetulnya memiliki kapasitas berpikir, menjadi kunci utama, karena jika kapasitas berpikir tidak diantar pada tataran yang tertinggi, yang sejatinya mengandung arti etis, beradab dan santun terhadap sesama (subjek-subjek lain), maka kekacauan dalam kehidupan sosial justru tak tertahankan. Masyarakat akan hidup pada pola pikir saling membenci, karena penyebaran kebencian satu terhadap yang lain, termasuk diciptakan oleh masyarakat yang tanpa etika dalam menyampaikan sesuatu pada sebuah konten video. Demikian juga, jika hal itu tidak dianulir, maka kekacauan sesungguhnya akan terjadi.
Kedua, memahami dengan benar bagaimana pola hidup masyarakat jaringan, agar semua hal yang akan dipublikasikan (baca: diposting pada berbagai akun media sosial), bisa diperiksa, dipikirkan, dan diputuskan dengan bijaksana terlebih dahulu.
Ketiga, setiap subjek meng-up grade, pola pikirnya dengan pertimbangan-pertimbangan logis yang teratur, demi sebuah keteraturan bersama. Praktisnya, semua subjek harus mengetahui yang baik itu apa, agar dia bisa melakukan yang baik. Bandingkan pendapat Socrates, pengetahuan yang baik, berarti melakukan (perbuatan) yang baik.
Akhirnya, ide sederhana sebagaimana paparan penulis ini, katakanlah sebuah upaya untuk dijadikan sekedar pembanding dalam mencapai kebaikan bersama (bonum commune). Niscaya, apa yang penulis pernah tuliskan bertajuk: Gugat Kerukunan Kita!, tak mendesak untuk digugat, karena kita berpijak dari pola pikir yang jelas, yakni logis dan mengandung etika kebijaksanaan-kesantunan dalam interaksi dengan orang lain.
Penulis : Ambrosius Markus Loho, M. Fil. Dosen Filsafat Universitas Katolik De La Salle Manado-Pegiat Filsafat-Budaya-Seni